ORDE BARU
Pengertian : Orde
baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat , bangsa dan Negara yang
di letakkan kembali kepada pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Sejarah : Pada
tanggal 30 September 1965, Kaum Komunis telah melakukan pemberontakan pula
dalam Negara Republik Indonesia, dengan predikat “Gerakan 30 September”.
Pemberontakan PKI yang pertama ialah bulan September 1948, yang berpusat di
Madiun di bawah pimpinan Muso. Dengan pemberontakan G-30-S/PKI 1965 itu,
Republik Indonesia berada di dalam tiga bahaya, yang berintegrasi, yaitu:
Pemberontakan G-30-S, Kekuasaan diktatuur Orla, Kehancuran ekonomi. Jenderal
Soeharto telah memimpin bangsa dan Negara Republik Indonesia, berjuang melawan
dan mengalahkan ketiga bahaya itu. Dengan perhitungan dan strategi yang matang
di bawah petunjuk dan bimbingan Tuhan, bahaya-bahaya itu dapat dikalahkan dan
diatasi satu-persatu. Pemberontakan G-30-S telah dikalahkan dengan berhasil dan
kekuatan Komunis dihancurkan di Indonesia. Kehancuran ekonomi telah diatasi
dengan jalan Rehabilitasi, stabilitasi dan pembangunan. Gerakan 30 September
1965 tidak berhasil mewujudkan cita-citanya, dalam rangka menghancurkan negara
kesatuan Republik Indonesia. Dalam waktu relatif singkat maka dapat ditumpas
oleh para tokoh-tokoh yang setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesudah itu, pemerintah dan rakyat Indonesia bertekad melaksanakan suatu
tatanan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Ideologi
negara Pancasial dan Konstitusi (UUD 1945).
Landasan pemerintahan Orde baru :
1.
Sepersemar
11 Maret 1966.
2.
Tap
MPRS No.XXXVII/MPRS/1968.
3.
Diperkuat
dengan Tap MPR No. 1/MPR/1973, Tap MPR No. 1/MPR/1978.
4.
Tap
MPR No. 1/MPR/1983 tentang peraturan tata tertib MPR.
Orde baru berlangsung
dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu
tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek
korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat
yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Orde Baru
Politik
Politik
Eksploitasi sumber daya
Eksploitasi sumber daya
2.Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
3.Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
4.Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:
1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2) Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya dengan sasaran dalm bidang Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
*Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
*Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
*Pemerataan pembagian pendapatan
*Pemerataan kesempatan kerja
*Pemerataan kesempatan berusaha
*Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
*Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
*Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Pada 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan [[1998].
Presiden Soeharto memulai
"Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur Administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli
ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya
bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat
dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan Aspirasi rakyat sering kurang didengar
oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi
tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.
Selama masa
pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya
alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun
tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi
dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Orde baru lahir sebagai upaya
untuk :
1.Mengoreksi
total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
Selama
pemerintahan Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya
pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan
golongan militer dan cendekiawan.
KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama
aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan
potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru
program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional
terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara
dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena
adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi
kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah
menempuh cara sebagai berikut.
Demokrasi
pada masa orde baru
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan
paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya
konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri
diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana
transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka.
Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama
dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang
berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila
yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode
1959-1966. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah
menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional kala itu masih diliputi
konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau dan
ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit,
memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan
strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh
Soekarno.
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap
Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde
yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru.
Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran
rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan
partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik
daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang
mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan
hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap,
dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru
menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama,
antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat
dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
berpotensi tindakan kekerasan.
Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama:
a. Masa demokrasi Liberal
1950-1959. Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang
atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa
demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan
berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa
ini dinilai gagal disebabkan: Dominannya partai politik; Landasan sosial
ekonomi yang masih lemah; Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti
UUDS 1950.
b. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Bubarkan konstituante; Kembali ke UUD 1945 tidak
berlaku UUD S 1950; Pembentukan MPRS dan DPAS
b.Masa demokrasi Terpimpin
1959-1966. Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan
nasakom dengan ciri: Dominasi Presiden; Terbatasnya peran partai politik;
Berkembangnya pengaruh PKI; Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR; Jaminan HAM lemah; Terjadi sentralisasi kekuasaan; Terbatasnya
peranan pers; Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur).
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
Kebijakan Pemerintah
Sejak pemerintahan orde
lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap
ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat
kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti
“manusia setengah dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya
masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini
dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat
ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Sistem pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada
pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada
pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab,
Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang
menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde
Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru
hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih
menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde
Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini
terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi
yang jelas terhadap Orde Baru. Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang
diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter
dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh
faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat
minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti
pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi profesi, pembatasan
partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah sipil, dll.
Orde reformasi : pemerintahan tidak punya kebijakan
(menuruti alur parpol di DPR), pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah
yang kebablasan, demokrasi Liberal (neoliberaliseme), tidak jelas apa
orientasinya dan mau dibawa kemana bangsa ini.
DENGAN Dekrit 5 Juli 1959, Soekarno membubarkan
Konstituante yang bertugas merancang UUD baru bagi Indonesia, serta memulai
periode yang dalam sejarah politik kita disebut sebagai “Demokrasi Terpimpin”.
Peristiwa ini sangat penting, bukan saja karena menandai berakhirnya eksperimen
bangsa Indonesia dengan sistem demokrasi yang liberal, tetapi juga tindakan
Soekarno tersebut memberikan landasan awal bagi sistem politik yang justru
kemudian dibangun dan dikembangkan pada masa Orde Baru.
Namun, di balik kesan kuat adanya keterputusan antara
“Orde Lama” dan “Orde Baru”, terdapat pula beberapa kontinuitas yang cukup
penting. Pertama, dua-duanya sangat anti terhadap hal-hal yang dapat
menyebabkan disintegrasi teritorial Indonesia, dua-duanya dapat dikatakan
sangat “nasionalis” dalam hal itu. Dengan demikian, baik Soekarno maupun
Soeharto amat mementingkan retorika “persatuan” dan “kesatuan”. Bahkan, sejak
1956, Soekarno sudah menuduh partai politik di Indonesia pada waktu itu sebagai
biang keladi terpecah-belahnya bangsa, dan sempat mengajak rakyat untuk
“mengubur” partai-partai tersebut dalam sebuah pidato yang amat terkenal.